Selasa, 26 Oktober 2010

Setandar Pelayanan Minimal Untuk Pemerataan Mutu Pendidikan

Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan paradigma baru yang bertujuan menciptakan pemerataan mutu pendidikan.  SPM yang merupakan ketentuan minimal tentang apa yang harus tersedia dan apa yang harus terjadi di SD/MI dan SMP/MTs, adalah tahapan paling rendah untuk mencapai sekolah bermutu.

Demikian kesimpulan dalam press conference yang digelar Kementerian Pendidikan Nasioanal c.q Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, bersama wartawan media cetak dan elektronik di lantai 2 Gedung Dikti, Kemdiknas, Senayan, Selasa (24/08). Hadir dalam pertemuan ini, Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Fasli Jalal; Sekretaris Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Dr. Bambang Indriyanto; Kepala Bagian Tatalaksana Sekretariat Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Ir Sri Renani Panjastuti, M. PA; dan dua Staf Ahli Mendiknas, yaitu Prof M. Alkaff [Staf Ahli Mendiknas bidang Reformasi Birokrasi Internal], dan Herina Yuheti [Staf Ahli Mendiknas bidang Kurikulum dan Mutu Pendidikan].

Kamis, 21 Oktober 2010

Bagaimana Agar Petani Tidak Miskin?

Petani Indonesia miskin, bukan karena harga pupuk naik; juga bukan karena pemerintah mengimpor beras. Mengaitkan kenaikan harga pupuk dan impor beras dengan kemiskinan petani adalah sebuah pernyataan politik.
Pernyataan demikian justru akan menyembunyikan permasalahan pokok, yang selama ini telah mengakibatkan petani tetap miskin. Petani kita, terutama petani padi, tetap miskin karena dua isu pokok. Mereka tidak terorganisasi dengan baik dan sekaligus tidak punya database padi.
Dua hal inilah yang dimiliki petani padi India, Thailand, dan Vietnam. Meski harga pupuk naik, mereka tetap bisa mengekspor beras ke Indonesia sebab mereka selalu surplus. Petani Indonesia sangat lemah karena pemerintah tidak pernah mampu melihat permasalahan pokok yang dihadapi para petani padi kita. Hingga solusi yang diberikan pun juga selalu salah.
Indonesia memang punya Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) serta Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA). Dua-duanya bentukan pemerintah. HKTI adalah hasil peleburan berbagai ormas tani atas kehendak pemerintah Orde Baru pada tahun 1973. Sementara KTNA merupakan perkembangan dari lembaga serupa yang sudah ada sejak zaman Belanda. HKTI adalah society, sementara KTNA baru kelompok. Dua-duanya tidak akan pernah bisa memakmurkan petani.

PNPM MANDIRI

Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Melaui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan.

Rabu, 20 Oktober 2010

jalan panjang mengubah kebijakan publik

Penerbit: Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM)

Selama 2007-2009 banyak organisasi Masyarakat sipil, LSM, Perguruan Tinggi dan pegiat pembangunan masyarakat mengalang advokasi bersama untuk merevisi berbagi topik tata kelola Pemerintah yang diatur Dalam UU NO.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Beberapa diantara organisasi tersebut adalah Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) Bandung, lnsitute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, Program Studi Politik Lokal dan Otonomi Daerah (PLOD) UGM Yogyakarta, PSP3 Institut pertanian Bogor, Msayrakat Peduli Pelayanan Publik Jakarta, Percik Selatiga, dan lain-lain..Di sejumlah Daerah, inisiatif serupa juga dilakukan antara lain oleh Perkumpulan Inisiatif di kabupaten Bandung, P3ML Kabupaten Sumedang, FIK ORNOP Sulawesi Selatan, dan HAPSARI Medan, dan lain-lain

Buku ini sebagi catatan perjalanan advokasi mereka. sengaja disusun dg beberapa maksud.pertama,menjadi ilham dan panduan tenteng mengapa sebuah proses advokasi hrs dilakukan,tantangan dan masalah apa saja yg biasanya ditemukan,dan dgn cara apa masalah-masalah advokasi biasa dipecahkan.kedua,menutupi kekurangan literatur advokasi, terutama yang diingat dari pengalaman pelaku-pelakunya sendiri.

Yang menarik dari buku ini adalah saat sebuah LSM harus melakukan analisa terhadap para pemangku kepentingan, membidik aparat kunci, dan menentukan siapa whistle blower yang comel memberi pengaruh. Tentunya, skill ini tidak mudah apalagi ketika berurusan dengan birokrasi yang kaku. “Hubungan personal kuat dan intensif dengan pemangku kepentingan jauh lebih efektif” saran Nandang Suherman dalam tulisannya Membangun Jaringan dengan DPRD (hal 62).

Hal lain, conflict interest individu dengan individu, individu dengan lembaga, dan lembaga dengan lembaga menjadi hal yang umum terjadi. Ini juga yang tersirat dalam sepuluh tulisan yang termaktub dalam buku ini.  Isinya seakan menyadarkan pembaca bahwa konflik bukanlah sebuah hal yang perlu dihindari bahkan konflik menjadi kekuatan tersendiri dalam membangun jejaring. Seperti halnya LSM saling menyindir dengan media massa. Mereka saling mengklaim para penggiat LSM mencari data dari media massa dan LSM mengklaim bahwa media massa-lah yang mencari data dari LSM. Padahal Dwi Joko Widiyanto dalam tulisannya Bekerja sama dengan Media Massa jelas sekali mencontohkan kalau kerjasama TV dan LSM lingkungan menjadi lebih menarik dan kokoh dalam data, bahkan mempunyai nilai plus tersendiri dalam pengembangan informasi pada masyarakat.

Buku ini sangat cocok untuk dikaji dan didiskusikan bagi kalangan peneliti, pada edukasi, aparat pemerintah, para mahasiswa, dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang benar-benar ingin mendapat perbaikan dalam kualitas hidup bermasyarakat dengan iklim demokrasi.

(Dian Mardiana)

Selasa, 19 Oktober 2010

Peta Pengembangan Partisipasi Masyarakat

Begitu banyak pengalaman dan gagasan dalam pengembangan partisipasi masyarakat.
Tumbuh didalam Masyarakat itu sendiri maupun dikembangkan melalui program - program pemberdayaan Masyarakat.
Pertemuan perencanaan setrategis FPPM di bandung pada bulan April 2004, menghimpun puluhan gagasan dan pengalaman dari beragam Pelaku, Sektor, dan kawasan.
Dari forum warga, lembaga suadaya Masyarakat,penyelengara program.
bahkan dari Pemerintah. Beranjak dari gagasan dan pengalaman,tersebut. FPPM Memformulasikkan rencana - rencana setrategi, sebagai aksi bersama, untuk menguatkan peran Masyarakat.
Baik dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan, pengelolaan sumber daya alam,pelayanan publik, maupun dalam perencanaan Wilayah.

PEMBELAJARAN DARI 5 DAERAH

Partisipasi, Repormasi Kelembagaan, dan Alokasi Anggaran;
JIKA ALOKASI angaraan yang optimum secara sosial (pareto optimun) tidak dapat dilakukan secara teknokratis,
maka instrumen apa yang menyebabkanya mungkin? Buku ini mencoba memotret pergulatan 5 daerah dalam upaya untuk mengalokasikan angaran -sebagi sumber daya keuangan bersama -sehinga dapat diterima secara sosial (socially accepted). meskipun kelima daerah -sesuai dengan kondisi lokal telah menempuh jalur reformasi yang berbeda,
tetapi ada hal-hal yang mempertemukan pendekatan mereka yaitu: melakukan inovasi dalam mengembangkan wahana-wahana pengorganisasian warga (civic engagement), reformasi kelembagaan ditingkat birokrasi yang memungkinkan pemerintah daerah lebih responsif,
dan pemberian ruang bagi warga untuk bernegosiasi dalam alokasi anggaran dan kebijakan publik di tingkat lokal. Bagian Pertama Buku mencoba mengungkap kerangka teoritik bagi pencarian alternatif-alternatif untuk angaran yang lebih adil dan dapat di terima secara sosial.
selanjutnya membahas fakta empirik mengenai bagian kerangka kerja ini dioprasikan secara empirik dalam peraktek penganggaran di 5 daerah (Depok, Jepara, Kupang, Surakarta, dan Sumedang).
Buku ini ditutup dengan setudi perbandingan 5 daerah,
refleksi atas inovasi-inovasi yang telah terjadi, dan beberapa rekomendasi mengenai alternatif kerangka kerja dan arah reformasi untuk alokasi anggaran yang lebih adil dan berpihak pada pemenuhan hak dasar masyarakat.

Sabtu, 16 Oktober 2010

Penyelengaraan Pelatihan dan Bingbingan Teknis Fasilitator Musrenbang KABUPATEN BANDUNG

SURAT EDARAN Bupati tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Teknis Penyelengaraan Musrenbang yang diterbitkan di Kabupaten Bandung antara lain membuat mekanisme, jadwal Pelaksanaan Muysawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).Agar pelaksanaan Musrenbang ini berjalan sebagi Forum yang demokratis, dialogis dan egaliter, perlu didukung oleh fasilitator yang baik. Fasilitator ini perlu dikembangkan dan memperoleh pelatihan agar memiliki kapasitas yang dibutuhkan.
Musawarah Perncanaan Pembangunan (Musrenbang) merupakan amanat dari Undang-Undang Nomer 25 Tahun 2004 tentang sistem  Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Pemerintah mengeluarkan aturan pelaksanaan dengan menerbitkan peraturan pemerintah Nomer 8 Tahun 2008 Tentang, Tata cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi pelaksanaan Rancangan Pembangunan Daerah, dan setiap tahun pemerintah masih mengeluarkan Surat Edaran Bersama (SEB) antara Bappenas dan Depdagri tentang petunjuk teknis penyelengaraan Musrenbang tahunan.
Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) membukukan penyelengaraan pelatihan Musrenbang ini dengan maksud menyediakan acuan dan model bagi daerah lain yang masih kekurangan fasilitator

Jumat, 15 Oktober 2010

Dari Garis Depan Program Pengentasan Kemiskinan

Kumpulan Kisah Komunitas

Jumlah karya-karya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), umumnya dalam bentuk buku, belakangan meningkat tajam. Tentu saja ini pertanda baik. Karyakarya ini menunjukkan tumbuhnya tradisi literat di kalangan organisasi masyarakat sipil. Mungkin juga ini tanda semakin banyaknya pekerjaan yang dilakukan untuk apa yang mereka sebut sebagai pemberdayaan masyarakat di komunitas yang mereka dampingi.

Tapi jika ditelisik lebih cermat, karyakarya itu agak aneh. Jika sempat membaca ragam buku karya LSM, Anda akan mendapatkan karya-karya itu jarang memberi tempat kepada manusia. Karya-karya itu disesaki dengan narasi-narasi besar dan gagah tentang program. Biasanya penuh angka-angka, analisis yang njelimet, desain proyek, tabel dan diagram, instrumen dan metode, petunjuk dan manual. Manusia dan orang-orang yang menjadi pelaku program di lapangan, nama dan umurnya, harapan dan kekhawatirannya, cenderung luput dari perhatian. Kalaupun dicatat, nama-nama mereka hanya dicantumkan di halaman paling belakang.

Tidak lebih sebagai lampiran. Ini agak aneh, karena berseberangan dengan klaim memanusiakan manusia yang terdapat dalam bangunan pemikiran pemberdayaan masyarakat yang mereka yakini sendiri. Berbeda dengan karya-karya itu, buku ini menghimpun cerita-cerita manusiawi yang diangkat dari testimoni para pelaku Program Pertukaran Pengalaman Pengentasan Kemiskinan di enam kabupaten: Bandung, Jembrana, Kebumen, Sukabumi, Gunungkidul, dan Makassar.

Hampir tidak ada tabel dan diagram dalam buku ini. Kami sengaja menghindari bertutur tentang hal itu. Semuanya berisi “cerita-cerita kecil” tentang bagaimana perasaan, harapan, juga ketakutan warga dan

mereka yang terlibat dalam sebuah program LSM. Bolehlah disebut bahwa buku ini mengangkat cerita orang-orang dari balik tabel. Orang-orang yang selama ini Cuma menjadi lampiran. Jika Anda gemar berambisi mengubah dunia dengan analisis yang keras dan njelimet, buku ini tidak akan memuaskan.

Karena cerita-cerita yang dihimpun di sini memang cerita yang jauh dari kesan gagah. Spirit buku ini lebih ingin membagi inspirasi, kegembiraan, dan menghibur mereka yang selama ini telah bekerja keras dalam program. Kami yakin “cerita-cerita kecil” ini punya tenaga yang sama besarnya untuk menggugah dan memberi inspirasi, kalau tidak lebih kuat, dibandingkan dengan narasi besar tentang program.

Kami sengaja memberi judul “Dari Garis Depan Program Pengentasan Kemiskinan”. Karena orang-orang dan komunitas inilah yang selama ini berada di garis paling depan, pelaku sesungguhnya dari program pengentasan kemiskinan. Semoga bermanfaat.

                             PENULIS:

Rosaniati Azis (YASMIB Makassar), Dian Mardiana (FPPM Bandung), Dian Mardiansah (FPPM Bandung), Nina Rohmaniah (FITRA Sukabumi), Yusup Martiono (FORMASI Kebumen) M jefry Rohman (PSDK Kab.Bandung), Ajat Zatnika (FITRA Sukabumi), I Gede Mustika (Yayasan Maha Boga Mrga), Triwahyuni Suci Wulandari (IDEA Yogyakarta), Dwi Joko Widiyanto (FPPM Bandung), dan Doni Canra (P3ML Sumedang).PENYUNTING:  Dwi Joko WidiyantoFOTO SIMPUL:  Ema/photovoices Sukabumi, LUSTRASI:  literacy Clipart  ACCU-UNESCO dan  Dokumentasi  FPPM, PERANCANG SIMPUL  DAN REKALETAK: Bima Putra Ahdiat  (Setudi  Terpadu  Komunikasi dan Pembangunan Bandung) 

FORUM PENGEMBANGAN PARTISIPASI MASYARAKAT (FPPM)

Jl: Guntursari I No.29 Turangga, BANDUNG 40264

Telefax: 022-7309886

 Email: forumppm@indo.net.id,forumppm@gmail.com
         Disalin Oleh: Malaikat Kecilku

Selasa, 05 Oktober 2010

Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Fasilitator Musrenbang SUMEDANG

oleh Malaikat Kecilku
                                       DENGAN TERBITNYA perda no.1 tahun 2007
tentang prosedur perencanaan Daerah kabupaten Sumedang menjadi lebih sistematis, terarah, dan partisipatif, dubandingkan daerah lain di indonesia. Agar pelaksanaan  Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) berjalan sebagi forum yang demokratis, dialogis dan egaliter, perlu didukung dan memperoleh olen fasilitator yang baik. Fasilitator ini perlu dikembangkan dan memperoleh pelatihan agar  memeiliki kapasitas yang dibutuhkan.
Pembangunan  daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional harus dirumuskan secara seksama, mulai dari proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengendalian, sampai pada evaluasi.tahap perencanaan pembangunan merupakan sebuah proses yang paling krusial dan akan sangat menentukan keberhasilan dan efektivitas proses pembangunan pada tahun berikutnya. sehingga semua unsur yang terlibat didalamnya akan memberikan pengaruh yang sangat signifikan, termasuk diantaranya keberadaan Fasilitator Musrenbang.
Buku  ini merupakan kelembagaan yang menyelengarakaan  pelatihan  untuk fasilitator Musrenbang, mulai dari kelembagaan dan pengorganisasian pelatihan, pembentukan tim pelatih, perekrutan peserta pelatihan, sera contoh kurikulum dan Agenda pelatihan bagi para pasilitator Musrenbang dan tim penyelenggara Musrenbang (TPM). Buku ini di harapkan  dapat bermangfaat bagi Bappeda sebagi lembaga penyelengaraan  Musrenbang, Camat, Kepala Desa, dan para Fasilitator Musrenbang sebagi forum partisipasi antara pelaku pembangunan agar terwujud rencana pembangunan yang lebih baik.

Buku ini dikembangkan sebagi Kerjasama dengan
Forum engembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM)
Studio Driya Media, Pusat Pengajian dan Pengembangan Masyarakat
Lokal (P3ML) Kabupaten Sumedang
atas dukungan The Asia Foundation (TAF)

          Diterbitkan oleh:
    Bappeeda Kabupaten Sumedang
Jl.Empang No.1 Jawa Barat
   Telp: 0261-206081
   Fax: 0262-201022