Rabu, 20 Oktober 2010

jalan panjang mengubah kebijakan publik

Penerbit: Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM)

Selama 2007-2009 banyak organisasi Masyarakat sipil, LSM, Perguruan Tinggi dan pegiat pembangunan masyarakat mengalang advokasi bersama untuk merevisi berbagi topik tata kelola Pemerintah yang diatur Dalam UU NO.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Beberapa diantara organisasi tersebut adalah Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) Bandung, lnsitute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, Program Studi Politik Lokal dan Otonomi Daerah (PLOD) UGM Yogyakarta, PSP3 Institut pertanian Bogor, Msayrakat Peduli Pelayanan Publik Jakarta, Percik Selatiga, dan lain-lain..Di sejumlah Daerah, inisiatif serupa juga dilakukan antara lain oleh Perkumpulan Inisiatif di kabupaten Bandung, P3ML Kabupaten Sumedang, FIK ORNOP Sulawesi Selatan, dan HAPSARI Medan, dan lain-lain

Buku ini sebagi catatan perjalanan advokasi mereka. sengaja disusun dg beberapa maksud.pertama,menjadi ilham dan panduan tenteng mengapa sebuah proses advokasi hrs dilakukan,tantangan dan masalah apa saja yg biasanya ditemukan,dan dgn cara apa masalah-masalah advokasi biasa dipecahkan.kedua,menutupi kekurangan literatur advokasi, terutama yang diingat dari pengalaman pelaku-pelakunya sendiri.

Yang menarik dari buku ini adalah saat sebuah LSM harus melakukan analisa terhadap para pemangku kepentingan, membidik aparat kunci, dan menentukan siapa whistle blower yang comel memberi pengaruh. Tentunya, skill ini tidak mudah apalagi ketika berurusan dengan birokrasi yang kaku. “Hubungan personal kuat dan intensif dengan pemangku kepentingan jauh lebih efektif” saran Nandang Suherman dalam tulisannya Membangun Jaringan dengan DPRD (hal 62).

Hal lain, conflict interest individu dengan individu, individu dengan lembaga, dan lembaga dengan lembaga menjadi hal yang umum terjadi. Ini juga yang tersirat dalam sepuluh tulisan yang termaktub dalam buku ini.  Isinya seakan menyadarkan pembaca bahwa konflik bukanlah sebuah hal yang perlu dihindari bahkan konflik menjadi kekuatan tersendiri dalam membangun jejaring. Seperti halnya LSM saling menyindir dengan media massa. Mereka saling mengklaim para penggiat LSM mencari data dari media massa dan LSM mengklaim bahwa media massa-lah yang mencari data dari LSM. Padahal Dwi Joko Widiyanto dalam tulisannya Bekerja sama dengan Media Massa jelas sekali mencontohkan kalau kerjasama TV dan LSM lingkungan menjadi lebih menarik dan kokoh dalam data, bahkan mempunyai nilai plus tersendiri dalam pengembangan informasi pada masyarakat.

Buku ini sangat cocok untuk dikaji dan didiskusikan bagi kalangan peneliti, pada edukasi, aparat pemerintah, para mahasiswa, dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang benar-benar ingin mendapat perbaikan dalam kualitas hidup bermasyarakat dengan iklim demokrasi.

(Dian Mardiana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar