Kamis, 09 Desember 2010

ASI EKSKLUSIF, TIDAK MAHAL TIDAK PULA DIKENAL

Oleh: Dian Mardiana

 
IBU itu menggendong anaknya. Wajahnya tidak terlihat. Ditutupi selendang. Ketika helai kain itu terbuka. Wajah anak itu terlihat murung. Kulitnya tidak mulus murni. Ada bekas bercak hitam. Dilihat lebih dekat, titik-titik hitam itu mulai memudar. Bekasnya terlihat menyelimuti seluruh kulit di badan, tangan, dan kakinya. Aldi, seorang bocah sepuluh bulan rupanya habis kena campak. Kondisi badannya memang rentan. Kadang dia suka mencret. Gampang terserang penyakit.
Anak sehat memang idaman keluarga. Anak sesekali sakit juga sudah biasa. Tapi jika banyak anak yang sakit di satu kampung tentu jadi persoalan bersama. Satu anak terkena campak memang biasa. Namun ketika ini menjadi wabah, tentu persoalannya menjadi lain. Beberapa penelitianmenyebutkan sakitnya seorang  Aldi sedang digendong         anak
ibunya.Dia habis
terkena campak.

dipengaruhi juga dari kesehatan si ibu dan kekebalan tubuh si anak. Saat itulah kesehatan ibu dan anak di perkenalkan. Berbagai penyuluhan kerap kali dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Salah satunya pengenalan Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif. Namun sayangnya, berbagai penyuluhan kadang kala kurang mengena pada prakteknya.
Saat ini ASI Eksklusif kembali gencar didendangkan. “Berikan sampai usia bayi 6 bulan” begitu kata Bidan tiap kali ibu-ibu itu menemuinya. Jika bidan mulai berceramah, mereka hanya mengangguk-angguk. Pada prakteknya, ASI tidak semudah itu diterima masyarakat. Ibu Uus misalnya, ibu dari kampung Salamitan kelurahan Setia Mulya ini tetap saja bandel mengikuti saran bidan. Anak baru beberapa minggu saja, dia tidak sungkan-sungkan memberi anaknya pisang. “Asal tidak nangis” ungkapnya sambil tertawa keras.

ASI Eksklusif Bukan ASI Biasa
ASI Eksklusif di Indonesia sendiri pertama kali di sosialisasikan tahun 1980-an. Hanya saja, pada saat itu ASI banyak didiskusikan di kota-kota besar. Desa-desa kecil, warga urban, dan perkampungan masih saja memberi bayi makanan apapun asalkan dia suka dan tidak nangis.
Sepuluh tahun setelahnya, tahun 1990-an mulailah merambah ke desa-desa, kelurahan dan perkampungan kecil. Melalui penyuluhan bidan dan puskesmas di kecamatan, ASI Eksklusif sudah dikenal masyarakat setempat. Hanya beberapa desa terdekat yang sudah mulai mencanangkan program ASI pada bayi. Itupun dengan definisi berbeda.
ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan pada bayi dari 0 bulan sampai dengan 6 bulan usia bayi tanpa asupan susu atau makanan lain. Dari definisi ini saja sudah terlihat jelas, bahwa ASI dinamai ASI Eksklusif itu jelas rentang waktunyanya yakni hanya pada bayi 0 – 6 bulan tanpa pemberian susu kaleng, tajin, air gula, atau makanan lain.
Rupanya definisi ASI Eksklusif tidak sepenuhnya diterapkan pada bayi. Hal ini terihat dari diskusi terpadu tutorial pertama yang dilakukan oleh Studio DriyaMedia dengan SNIT tentang penerapan ASI Eksklusif di Kota Tasikmalaya hari Kamis lalu (20/6).
“Bisa diceritakan bagaimana pengalaman ibu-ibu saat menyusui anak dengan ASI?” Tanya Lilis, seorang fasilitator tutorial saat itu. Suarapun langsung bergemuruh. Lebih dari sepuluh ragam suara menjawab serentak. Ibu Uus yang paling keras. “empat bulan”, disusul dengan jawaban “enam bulan”, “satu tahun”, ada juga “dua tahun setengah.” Jelas ibu-ibu dari tiga kampung yang berbeda.
Ibu-ibu Kel. Setia Mulya menulis memberi tanggapan atas pertanyaan tutor
“Bu, ASI Eksklusif itu hanya tok diberikan pada bayi 0 – 6 bulan” Jelas Rianingsih, seorang tutor saat itu. Kaum ibu hanya mengangguk-angguk. Sebagian dari mereka sudah paham definisinya, namun sebagian lainnya ingat-ingat lupa. Maklum saja anak-anak mereka sudah besar dan sudah lewat dari 6 bulan. Mereka hanya bercerita pengalamannya masing-masing saat bayi mereka dilahirkan lalu dibesarkan dengan ASI dan asupan susu tambahan. “Saya sudah menerapkan ASI pada bayi selama 6 bulan, hanya kalau saya ke warung, sesekali pakai susu tambahan.” Ujar salah satu ibu dengan percaya diri. Dengan begitu, pada prakteknya bayi 0 – 6 bulan masih saja diasupi susu tambahan, bubur bayi, buah-buahan, dan makanan sampingan lainnya. Begitulah 30 peserta ibu-ibu itu menanggapi saat Studio DriyaMedia bersama-sama dengan SNIT, mencoba menggali informasi tentang penerapan ASI Eksklusif pada bayi.
Dari sini tentunya terlihat jelas, bahwa pada tahun 2010 di Kelurahan Setiamulya Tasikmalaya, definisi ASI Eksklusif belum juga merata dipahami kaum hawa. Pada diskusi itu, semuanya memang sangat antusias dan berani bercerita bahwa mereka sudah menerapkan apa yang dikatakan bidan kelurahan. Mereka sangat yakin bahwa pemberian ASI sudah dilakukan pada bayi. Namun, ketika definisi ASI Eksklusif itu dipaparkan, hanya satu dari 30 peserta yang mampu menerapkannya. Jadi siapa bilang ASI itu mahal. Dan siapa bilang ASI itu lebih dikenal.

Merk-Merk Bubur Bayi Lebih Dikenal Warga Kampung

Semua ibu sepertinya sepakat jika mereka begitu sibuk dengan urusan anak. Saat pertemuan ini saja, ibu-ibu datang bersama anak-anaknya. Sebagian anak mereka gendong. Sebagian yang lain bermain. Beberapa bocah berpose ala selebriti begitu kamera itu dijepret. Beberapa bocah lain berlari kejar-kejaran. Sebagian yang digendong disuapi makan siang. Ada tim, bubur bayi, ada juga pisang.
Dari semua anak yang digendong dan diberi makan siang, rata-rata berusia lebih dari enam bulan. Wajar saja, jika ibu-ibu mereka menenteng-nenteng mangkuk tim atau bubur bayi untuk makan siangnya. “saya biasa memakai Nestle Cerelac, Promina, Sun” ujar salah satu Ibu sambil memberi makan anaknya. “Kalau pagi-pagi biasanya saya kasih bubur bayi kemasan, kalau siang saya kasih jus buah-buahan seperti jeruk, apel, alpukat, ” ungkap ibu yang lain.
Rupanya memberi anak bubur bayi di usia lebih dari 3 bulan dengan merk-merk di warung lebih disukai para ibu kampung. Nestle Cerelac, Sun, Promina, adalah merk-merk yang biasa jadi santapan anak di usia sangat dini. “Kue regal juga” celetuk ibu berbajukan putih ke coklat-coklatan. Dengan beragam rasa dan kemasan praktis nan menarik, membuat para ibu tidak usah sibuk menyiapkan makan bayi. “lebih praktis” begitu lontaran yang terdengar.
Di sisi lain, kaum ibu ini pun tidak usah sibuk pula meneteki anak terus-terusan. Malah, mereka lebih senang jika anak minum susu dot dari susu formula bermerk SGM. “Di usia 4 bulan, saya memberi anak susu SGM” aku teh Nia, seorang ibu muda dari kampung Salamitan. Mereka sepertinya rela mengeluarkan lembaran uang untuk makan si bayi. Padahal, dari obrolan itu tidak satu pun ibu-ibu yang bilang bahwa ASI itu perlu uang.

Menggali Informasi dari Mulut ke Mulut
Kelurahan Setia Mulya terletak di kota Tasikmalaya, jaraknya tidak jauh dari pusat kota. 5-7 kilometer jarak yang mungkin ditempuh dari alun-alun kota. Namun, tengok saja informasi kesehatan yang mereka terima begitu jauh dari kemudahan. Setiap bulan, Bidan Kelurahan datang memberi penyuluhan dan melakukan rutinitas posyandu. Minggu ketiga di Kampung Salamitan, minggu kesatu di Kampung Peundeuy. Semua informasi kesehatan didapat dari posyandu ini.
Komunikasi satu bulan sekali bukanlah waktu yang sebentar. Bisa dibilang pertemuan itu sangat singkat. Satu hari dalam sebulan. Hanya dua jam. Bidan yang datang pada posyandu itu hanya cukup memberi imunisasi pada balita-balita di kampung. Sesekali menyampaikan informasi kesehatan yang perlu. Namun, waktu yang singkat ini biasanya habis dengan antrian balita yang ditimbang dan diberi obat untuk kekebalan tubuh.
Singkatnya waktu tak memberi kesempatan ibu-ibu untuk curhat tentang kondisi anak atau mengijinkan bidan bertanya tentang kondisi anak satu per satu. Akhirnya posyandu hanya menjadi rutinitas timbang bayi dan imunisasi.
“Lebih banyak dari saling bertanya pada tetangga” begitu jawab teh Nia saat ditanya tentang informasi kesehatan yang diperoleh. Ibu-ibu lain pun mengiyakan jawaban itu. Tampaknya, informasi yang didapat tersebar dari mulut ke mulut. Tetangga menjadi tempat efektif untuk bertanya. Apalagi, saat bidan itu hanya punya waktu sekali dalam sebulan mengunjungi kampung-kampung.
Ketika salah satu ibu tidak hadir pun di posyandu. Informasi itu didapat dari mulut tetangga. Tambahan lain, “Yah dari keluarga” ujar mereka. Kadang-kadang apa yang disampaikan bidan pun bukanlah solusi yang dirasakan masyarakat karena bidan cenderung memberi informasi kesehatan saat ini menurut mereka dan berdasarkan programnya sendiri. “Paraji lebih bisa diandalkan,” jelas banyak orang.

Beberapa Alasan [Tidak] Bisa Pakai ASI
75% ibu-ibu di kelurahan ini melahirkan dengan bantuan paraji. Prosesnya cepat dan jaraknya dekat. Kehadiran bidan dalam proses persalinan memang kurang membantu. Bukan tidak percaya, hanya saja pelayanan gratis dari pemerintah tidak pas dengan kebutuhan mereka. Untuk penggunaan KB saja daripada gratis, ibu-ibu lebih memilih untuk mandiri, beli sendiri.
Penggunaan alat kontrasepsi mengawali ketidakpercayaan mereka pada proses selanjutnya. Persalinan saja mereka percayakan pada paraji. Malah, parajilah yang paling mendukung penggunaan ASI Eksklusif dengan banyak pertimbangan dan pengalaman.
Tulisan ibu-ibu meyakinkan bahwa ASI Eksklusif bisa diterapkan di Kel. Setia Mulya dan mensosialisaskannya pada keluarga dan tetangga.
ASI Eksklusif memang punya manfaat positif bagi bayi. Selain sesuai dengan pencernaan bayi, pula meningkatkan kekebalan tubuh. Muhammad Fahmi, satu-satunya anak yang diberi ASI Eksklusif di satu kelurahan ini, tubuhnya terlihat padat dan badannya sehat. “Jarang sakit” cetus Ibu yang biasa dipanggil Teh Amin ini. Untuk memastikan dia minum ASI Eksklusif, si ibu rela membawa anaknya kemanapun dia pergi. Bahkan, suaminya pun turut mendukung dan mendampinginya kala perlu. Pada pertemuan ibu-ibu ini saja Teh Amin menggendongnya kemana-kemana. Ketika dia pergi jauh untuk ikut pelatihan, suaminya pun turut dan sesekali menggendongnya jika si ibu sedang diskusi.
Lain lagi dengan si kembar, Aldi dan Aldo, sejak dari lahir sudah diberi susu formula, bukan ASI Eksklusif. Si kembar lahir premature dan ASInya pun tidak keluar. “Sejak lahir saya sudah dipisahkan selama 17 hari” tutur Teh Nita sambil mengelus-ngelus Aldi yang digendongnya sedari tadi. Ibu muda dengan anak kembar ini biasa memberi anak susu SGM. “Dalam sebulan untuk susu saja, saya bisa habis 500 – 600 ribu rupiah,” Keluhnya. Dia lalu pun menambahkan “Sama seperti cicilan motor.”
——————-
Tulisan ini adalah hasil kerja sama Sumbangsih Nuansa Indonesia Tasikmalaya (SNIT), Studio Driya Media (SDM) Bandung, dan Sentra Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (SPPM) dengan dukungan dana dari Asia-Pasific Cultural Centre for UNESCO (ACCU) dan ASIENCE (Kao Corporation) Japan.

Selasa, 16 November 2010

Modul Pelatihan Musrenbang

 -Pelatihan untuk pelatih (TOT) dan Fasilitator Musrenbang Kecamatan
 -Pelatihan untuk fasilitator Musrenbang Desa
Kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berkait dalam penyelenggaraan pelatihan  untuk fasilitator Musrenbang di daerah masing-masing merupakan bagian dari kerjasama dengan pemerintah daerah, dalam hal ini Bappeda selaku lembaga penyelenggara Musrenbang. Artinya, LSM dianggap memiliki kompetensi dalam pengembangan pelatihan dan penguatan kapasitas para fasilitator sehinga menjadi pihak ketiga yang diminta Bappeda untuk memberikan pelatihan-pelatihan ini. Buku ini dikembangkan oleh mitra-mitra Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) untuk menjadi reperensi bagi kalangan yang juga berkecimpung  dalam penyelenggaraan pelatihan untuk fasilitator Musrenbang di daerah, baik dari kalangan LSM maupun lembaga pemerintah (Bappeda, BPMD, dan diklat).

Biasanya, Bappeda menyelenggarakan bingbingan teknis (bimtek) penyelenggaraan Musrenbang yang bersipat sosialisasi atau pemberian materi secara ceramah kepada aparat desa dan kecamatan. dalam Buku ini berbeda karena ditujukan untuk menguatkan kapasitas fasilitstor dengan penekanan pada penguatan ketrampilan kepemanduan.

Fasilitator disetiap level Musrenbang terbukti menjadi salah satu aktor kunci yang menentukan efektivitas penyelenggaran Musrenbang. Fasilitator yang menguasai teknik pengelolaan forum musyawarah tentunya perlu memiliki wawasan yang lengkap tentang kebijakan program dan anggaran didaerahnya, dasar regulasi dan juga data/informasi pembangunan di daerahnya.

Tentunya Pemerintah daerah (Bappeda) perlu secara programatik menyelenggarakan pelatihan fasilitator Musrenbang ini baik bekerjasama dengan lembaga pendidikan dan latihan (diklet) pemda, perguruan tinggi, maupun LSM. Semoga materi yang terdapat dalam buku ini dapat bermanfaat bagi penyelenggara pelatihan di daerah yang sedang atau akan mengembangkan penguatan kapasitas fasilitator Musrenbang. Materi dalam buku ini baru mencakup materi pelatihan Musrenbang kecamatan dan desa, sedangkan pelatihan untuk fasilitator Musrenbang Kabupaten/Kota belum selesai dikembangkan dan sebaiknya merupakan Wilayah kerjasama dengan lembaga diklat di daerah meskipun tetap difasilitasi Bappeda.

Penerapan materi pelatihan dalam buku ini tentunya disesuaikan dengan kebutuhan di daerah masing-masing. Modifikasi dan adaptasi disesuaikan dengan mekanisme, kebijakan perencanaan dengan penganggaran yang berlaku di masing-masing daerah, kapasitas sumber daya manusia yang tersedia, serta kondisi lokay yang berpengaruh. Apalagi kondisi geograpis yang berbeda di pulau Jawa, tentunya menjadi paktor yang mempengaruhi secara perinsip diharapkan tetep dipertahankan agar Musrenbang menjadi forum perencanaan pembangunan milik masyarakat.

Buku ini tersedia di:
                                   PERPUSTAKAAN
          -Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM), dan di
          -Inisiatif
Modul ini dikembangkan sebagai kerjasama antara Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM), Studio Driya Media (SDM), Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK) Kabupaten Bandung, atas dukungan The Asia Foundation (TAF)



       Wassalam
Pengelola Informasi FPPM
     (Malaikat Kecilku)

Kamis, 11 November 2010

Pendidikan nonformal

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. 
Sasaran
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Fungsi
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. 
 Jenis
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Satuan pendidikan penyelenggara
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan

Jumat, 05 November 2010

Menjelajahi Belantara Gagasan Partisipasi Masyarakat

buku-petaPertarungan menghadapi korupsi adalah perang dan perkelahian. Sederhananya, pertarungan dengan korupsi seperti berhadapan dengan macan dan tikus. Saat berbicara mengenai korupsi pejabat publik, bisa didibaratkan kita menghadapi macan. Namun saat berbicara mengenai penggelapan dana BOS oleh kepala sekolah bolehlah itu diibaratkan menghadapi tikus.
Maka yang selanjutnya terjadi, perkelahian menghadapi macan menjadi begitu gegap gempita, herois, semua orang ingin tahu dan menyaksikannya. Pada posisi ini, media begitu bergairah mengekspos dan mengcovernya. Sementara, saat realitas korupsi itu terjadi di sekolah, misalnya pada pungutan berdalih MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), ibarat menonton orang menangkap tikus, apa anehnya?

Selasa, 02 November 2010

Mewujudkan Anggaran Pro Rakyat Miskin:



           Manual Advokasi Masyarakat Sipil dalam siklus Anggaran Daerah

Tee National Democratic Institute for International Affairs (NDI)
adalah organisasi nirlaba yang berupaya untuk memperkuat dan menyebarluaslan demokrasi diseluruh dunia. Dengan menganadalkan jaringan global relawan yang ahli di baidangnya, NDI memberikan bantuan yang bersipat praktis kepada para pemimpin masyarakat sipil dan politik untuk memajukan nilai, praktek, dan lembaga demokrasi. NDI bekerja bersama para pendukung demokrasi di setiap belahan dunia  untuk membangun organisasi politik dan masyarakat sipil. Memantau pemilu, dan meningkatkan partisipasi masyarakat, keterbukaan ,dan akuntabilitas dalam pemerintahan.

Program Penganggaran Partisipatif dan penelusuran Belanja Anggaran (Participatory Budgeting and Expenditure Tracking PBET)

Selasa, 26 Oktober 2010

Setandar Pelayanan Minimal Untuk Pemerataan Mutu Pendidikan

Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan paradigma baru yang bertujuan menciptakan pemerataan mutu pendidikan.  SPM yang merupakan ketentuan minimal tentang apa yang harus tersedia dan apa yang harus terjadi di SD/MI dan SMP/MTs, adalah tahapan paling rendah untuk mencapai sekolah bermutu.

Demikian kesimpulan dalam press conference yang digelar Kementerian Pendidikan Nasioanal c.q Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, bersama wartawan media cetak dan elektronik di lantai 2 Gedung Dikti, Kemdiknas, Senayan, Selasa (24/08). Hadir dalam pertemuan ini, Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Fasli Jalal; Sekretaris Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Dr. Bambang Indriyanto; Kepala Bagian Tatalaksana Sekretariat Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Ir Sri Renani Panjastuti, M. PA; dan dua Staf Ahli Mendiknas, yaitu Prof M. Alkaff [Staf Ahli Mendiknas bidang Reformasi Birokrasi Internal], dan Herina Yuheti [Staf Ahli Mendiknas bidang Kurikulum dan Mutu Pendidikan].

Kamis, 21 Oktober 2010

Bagaimana Agar Petani Tidak Miskin?

Petani Indonesia miskin, bukan karena harga pupuk naik; juga bukan karena pemerintah mengimpor beras. Mengaitkan kenaikan harga pupuk dan impor beras dengan kemiskinan petani adalah sebuah pernyataan politik.
Pernyataan demikian justru akan menyembunyikan permasalahan pokok, yang selama ini telah mengakibatkan petani tetap miskin. Petani kita, terutama petani padi, tetap miskin karena dua isu pokok. Mereka tidak terorganisasi dengan baik dan sekaligus tidak punya database padi.
Dua hal inilah yang dimiliki petani padi India, Thailand, dan Vietnam. Meski harga pupuk naik, mereka tetap bisa mengekspor beras ke Indonesia sebab mereka selalu surplus. Petani Indonesia sangat lemah karena pemerintah tidak pernah mampu melihat permasalahan pokok yang dihadapi para petani padi kita. Hingga solusi yang diberikan pun juga selalu salah.
Indonesia memang punya Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) serta Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA). Dua-duanya bentukan pemerintah. HKTI adalah hasil peleburan berbagai ormas tani atas kehendak pemerintah Orde Baru pada tahun 1973. Sementara KTNA merupakan perkembangan dari lembaga serupa yang sudah ada sejak zaman Belanda. HKTI adalah society, sementara KTNA baru kelompok. Dua-duanya tidak akan pernah bisa memakmurkan petani.

PNPM MANDIRI

Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Melaui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan.

Rabu, 20 Oktober 2010

jalan panjang mengubah kebijakan publik

Penerbit: Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM)

Selama 2007-2009 banyak organisasi Masyarakat sipil, LSM, Perguruan Tinggi dan pegiat pembangunan masyarakat mengalang advokasi bersama untuk merevisi berbagi topik tata kelola Pemerintah yang diatur Dalam UU NO.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Beberapa diantara organisasi tersebut adalah Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) Bandung, lnsitute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, Program Studi Politik Lokal dan Otonomi Daerah (PLOD) UGM Yogyakarta, PSP3 Institut pertanian Bogor, Msayrakat Peduli Pelayanan Publik Jakarta, Percik Selatiga, dan lain-lain..Di sejumlah Daerah, inisiatif serupa juga dilakukan antara lain oleh Perkumpulan Inisiatif di kabupaten Bandung, P3ML Kabupaten Sumedang, FIK ORNOP Sulawesi Selatan, dan HAPSARI Medan, dan lain-lain

Buku ini sebagi catatan perjalanan advokasi mereka. sengaja disusun dg beberapa maksud.pertama,menjadi ilham dan panduan tenteng mengapa sebuah proses advokasi hrs dilakukan,tantangan dan masalah apa saja yg biasanya ditemukan,dan dgn cara apa masalah-masalah advokasi biasa dipecahkan.kedua,menutupi kekurangan literatur advokasi, terutama yang diingat dari pengalaman pelaku-pelakunya sendiri.

Yang menarik dari buku ini adalah saat sebuah LSM harus melakukan analisa terhadap para pemangku kepentingan, membidik aparat kunci, dan menentukan siapa whistle blower yang comel memberi pengaruh. Tentunya, skill ini tidak mudah apalagi ketika berurusan dengan birokrasi yang kaku. “Hubungan personal kuat dan intensif dengan pemangku kepentingan jauh lebih efektif” saran Nandang Suherman dalam tulisannya Membangun Jaringan dengan DPRD (hal 62).

Hal lain, conflict interest individu dengan individu, individu dengan lembaga, dan lembaga dengan lembaga menjadi hal yang umum terjadi. Ini juga yang tersirat dalam sepuluh tulisan yang termaktub dalam buku ini.  Isinya seakan menyadarkan pembaca bahwa konflik bukanlah sebuah hal yang perlu dihindari bahkan konflik menjadi kekuatan tersendiri dalam membangun jejaring. Seperti halnya LSM saling menyindir dengan media massa. Mereka saling mengklaim para penggiat LSM mencari data dari media massa dan LSM mengklaim bahwa media massa-lah yang mencari data dari LSM. Padahal Dwi Joko Widiyanto dalam tulisannya Bekerja sama dengan Media Massa jelas sekali mencontohkan kalau kerjasama TV dan LSM lingkungan menjadi lebih menarik dan kokoh dalam data, bahkan mempunyai nilai plus tersendiri dalam pengembangan informasi pada masyarakat.

Buku ini sangat cocok untuk dikaji dan didiskusikan bagi kalangan peneliti, pada edukasi, aparat pemerintah, para mahasiswa, dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang benar-benar ingin mendapat perbaikan dalam kualitas hidup bermasyarakat dengan iklim demokrasi.

(Dian Mardiana)

Selasa, 19 Oktober 2010

Peta Pengembangan Partisipasi Masyarakat

Begitu banyak pengalaman dan gagasan dalam pengembangan partisipasi masyarakat.
Tumbuh didalam Masyarakat itu sendiri maupun dikembangkan melalui program - program pemberdayaan Masyarakat.
Pertemuan perencanaan setrategis FPPM di bandung pada bulan April 2004, menghimpun puluhan gagasan dan pengalaman dari beragam Pelaku, Sektor, dan kawasan.
Dari forum warga, lembaga suadaya Masyarakat,penyelengara program.
bahkan dari Pemerintah. Beranjak dari gagasan dan pengalaman,tersebut. FPPM Memformulasikkan rencana - rencana setrategi, sebagai aksi bersama, untuk menguatkan peran Masyarakat.
Baik dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan, pengelolaan sumber daya alam,pelayanan publik, maupun dalam perencanaan Wilayah.

PEMBELAJARAN DARI 5 DAERAH

Partisipasi, Repormasi Kelembagaan, dan Alokasi Anggaran;
JIKA ALOKASI angaraan yang optimum secara sosial (pareto optimun) tidak dapat dilakukan secara teknokratis,
maka instrumen apa yang menyebabkanya mungkin? Buku ini mencoba memotret pergulatan 5 daerah dalam upaya untuk mengalokasikan angaran -sebagi sumber daya keuangan bersama -sehinga dapat diterima secara sosial (socially accepted). meskipun kelima daerah -sesuai dengan kondisi lokal telah menempuh jalur reformasi yang berbeda,
tetapi ada hal-hal yang mempertemukan pendekatan mereka yaitu: melakukan inovasi dalam mengembangkan wahana-wahana pengorganisasian warga (civic engagement), reformasi kelembagaan ditingkat birokrasi yang memungkinkan pemerintah daerah lebih responsif,
dan pemberian ruang bagi warga untuk bernegosiasi dalam alokasi anggaran dan kebijakan publik di tingkat lokal. Bagian Pertama Buku mencoba mengungkap kerangka teoritik bagi pencarian alternatif-alternatif untuk angaran yang lebih adil dan dapat di terima secara sosial.
selanjutnya membahas fakta empirik mengenai bagian kerangka kerja ini dioprasikan secara empirik dalam peraktek penganggaran di 5 daerah (Depok, Jepara, Kupang, Surakarta, dan Sumedang).
Buku ini ditutup dengan setudi perbandingan 5 daerah,
refleksi atas inovasi-inovasi yang telah terjadi, dan beberapa rekomendasi mengenai alternatif kerangka kerja dan arah reformasi untuk alokasi anggaran yang lebih adil dan berpihak pada pemenuhan hak dasar masyarakat.

Sabtu, 16 Oktober 2010

Penyelengaraan Pelatihan dan Bingbingan Teknis Fasilitator Musrenbang KABUPATEN BANDUNG

SURAT EDARAN Bupati tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Teknis Penyelengaraan Musrenbang yang diterbitkan di Kabupaten Bandung antara lain membuat mekanisme, jadwal Pelaksanaan Muysawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).Agar pelaksanaan Musrenbang ini berjalan sebagi Forum yang demokratis, dialogis dan egaliter, perlu didukung oleh fasilitator yang baik. Fasilitator ini perlu dikembangkan dan memperoleh pelatihan agar memiliki kapasitas yang dibutuhkan.
Musawarah Perncanaan Pembangunan (Musrenbang) merupakan amanat dari Undang-Undang Nomer 25 Tahun 2004 tentang sistem  Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Pemerintah mengeluarkan aturan pelaksanaan dengan menerbitkan peraturan pemerintah Nomer 8 Tahun 2008 Tentang, Tata cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi pelaksanaan Rancangan Pembangunan Daerah, dan setiap tahun pemerintah masih mengeluarkan Surat Edaran Bersama (SEB) antara Bappenas dan Depdagri tentang petunjuk teknis penyelengaraan Musrenbang tahunan.
Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) membukukan penyelengaraan pelatihan Musrenbang ini dengan maksud menyediakan acuan dan model bagi daerah lain yang masih kekurangan fasilitator

Jumat, 15 Oktober 2010

Dari Garis Depan Program Pengentasan Kemiskinan

Kumpulan Kisah Komunitas

Jumlah karya-karya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), umumnya dalam bentuk buku, belakangan meningkat tajam. Tentu saja ini pertanda baik. Karyakarya ini menunjukkan tumbuhnya tradisi literat di kalangan organisasi masyarakat sipil. Mungkin juga ini tanda semakin banyaknya pekerjaan yang dilakukan untuk apa yang mereka sebut sebagai pemberdayaan masyarakat di komunitas yang mereka dampingi.

Tapi jika ditelisik lebih cermat, karyakarya itu agak aneh. Jika sempat membaca ragam buku karya LSM, Anda akan mendapatkan karya-karya itu jarang memberi tempat kepada manusia. Karya-karya itu disesaki dengan narasi-narasi besar dan gagah tentang program. Biasanya penuh angka-angka, analisis yang njelimet, desain proyek, tabel dan diagram, instrumen dan metode, petunjuk dan manual. Manusia dan orang-orang yang menjadi pelaku program di lapangan, nama dan umurnya, harapan dan kekhawatirannya, cenderung luput dari perhatian. Kalaupun dicatat, nama-nama mereka hanya dicantumkan di halaman paling belakang.

Tidak lebih sebagai lampiran. Ini agak aneh, karena berseberangan dengan klaim memanusiakan manusia yang terdapat dalam bangunan pemikiran pemberdayaan masyarakat yang mereka yakini sendiri. Berbeda dengan karya-karya itu, buku ini menghimpun cerita-cerita manusiawi yang diangkat dari testimoni para pelaku Program Pertukaran Pengalaman Pengentasan Kemiskinan di enam kabupaten: Bandung, Jembrana, Kebumen, Sukabumi, Gunungkidul, dan Makassar.

Hampir tidak ada tabel dan diagram dalam buku ini. Kami sengaja menghindari bertutur tentang hal itu. Semuanya berisi “cerita-cerita kecil” tentang bagaimana perasaan, harapan, juga ketakutan warga dan

mereka yang terlibat dalam sebuah program LSM. Bolehlah disebut bahwa buku ini mengangkat cerita orang-orang dari balik tabel. Orang-orang yang selama ini Cuma menjadi lampiran. Jika Anda gemar berambisi mengubah dunia dengan analisis yang keras dan njelimet, buku ini tidak akan memuaskan.

Karena cerita-cerita yang dihimpun di sini memang cerita yang jauh dari kesan gagah. Spirit buku ini lebih ingin membagi inspirasi, kegembiraan, dan menghibur mereka yang selama ini telah bekerja keras dalam program. Kami yakin “cerita-cerita kecil” ini punya tenaga yang sama besarnya untuk menggugah dan memberi inspirasi, kalau tidak lebih kuat, dibandingkan dengan narasi besar tentang program.

Kami sengaja memberi judul “Dari Garis Depan Program Pengentasan Kemiskinan”. Karena orang-orang dan komunitas inilah yang selama ini berada di garis paling depan, pelaku sesungguhnya dari program pengentasan kemiskinan. Semoga bermanfaat.

                             PENULIS:

Rosaniati Azis (YASMIB Makassar), Dian Mardiana (FPPM Bandung), Dian Mardiansah (FPPM Bandung), Nina Rohmaniah (FITRA Sukabumi), Yusup Martiono (FORMASI Kebumen) M jefry Rohman (PSDK Kab.Bandung), Ajat Zatnika (FITRA Sukabumi), I Gede Mustika (Yayasan Maha Boga Mrga), Triwahyuni Suci Wulandari (IDEA Yogyakarta), Dwi Joko Widiyanto (FPPM Bandung), dan Doni Canra (P3ML Sumedang).PENYUNTING:  Dwi Joko WidiyantoFOTO SIMPUL:  Ema/photovoices Sukabumi, LUSTRASI:  literacy Clipart  ACCU-UNESCO dan  Dokumentasi  FPPM, PERANCANG SIMPUL  DAN REKALETAK: Bima Putra Ahdiat  (Setudi  Terpadu  Komunikasi dan Pembangunan Bandung) 

FORUM PENGEMBANGAN PARTISIPASI MASYARAKAT (FPPM)

Jl: Guntursari I No.29 Turangga, BANDUNG 40264

Telefax: 022-7309886

 Email: forumppm@indo.net.id,forumppm@gmail.com
         Disalin Oleh: Malaikat Kecilku

Selasa, 05 Oktober 2010

Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Fasilitator Musrenbang SUMEDANG

oleh Malaikat Kecilku
                                       DENGAN TERBITNYA perda no.1 tahun 2007
tentang prosedur perencanaan Daerah kabupaten Sumedang menjadi lebih sistematis, terarah, dan partisipatif, dubandingkan daerah lain di indonesia. Agar pelaksanaan  Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) berjalan sebagi forum yang demokratis, dialogis dan egaliter, perlu didukung dan memperoleh olen fasilitator yang baik. Fasilitator ini perlu dikembangkan dan memperoleh pelatihan agar  memeiliki kapasitas yang dibutuhkan.
Pembangunan  daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional harus dirumuskan secara seksama, mulai dari proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengendalian, sampai pada evaluasi.tahap perencanaan pembangunan merupakan sebuah proses yang paling krusial dan akan sangat menentukan keberhasilan dan efektivitas proses pembangunan pada tahun berikutnya. sehingga semua unsur yang terlibat didalamnya akan memberikan pengaruh yang sangat signifikan, termasuk diantaranya keberadaan Fasilitator Musrenbang.
Buku  ini merupakan kelembagaan yang menyelengarakaan  pelatihan  untuk fasilitator Musrenbang, mulai dari kelembagaan dan pengorganisasian pelatihan, pembentukan tim pelatih, perekrutan peserta pelatihan, sera contoh kurikulum dan Agenda pelatihan bagi para pasilitator Musrenbang dan tim penyelenggara Musrenbang (TPM). Buku ini di harapkan  dapat bermangfaat bagi Bappeda sebagi lembaga penyelengaraan  Musrenbang, Camat, Kepala Desa, dan para Fasilitator Musrenbang sebagi forum partisipasi antara pelaku pembangunan agar terwujud rencana pembangunan yang lebih baik.

Buku ini dikembangkan sebagi Kerjasama dengan
Forum engembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM)
Studio Driya Media, Pusat Pengajian dan Pengembangan Masyarakat
Lokal (P3ML) Kabupaten Sumedang
atas dukungan The Asia Foundation (TAF)

          Diterbitkan oleh:
    Bappeeda Kabupaten Sumedang
Jl.Empang No.1 Jawa Barat
   Telp: 0261-206081
   Fax: 0262-201022 

Rabu, 22 September 2010

RAKYATPUN BISA BIKIN ATURAN

                                         Disusun oleh:
Tim FORUM PENGEMBANGAN PARTISIPASI MASYARAKAT
  Rakyat pun bisa bikin aturan! Judul provokatif ini bertujuan untuk menyenanggkan mereka yang selama ini  menganggap rakyat hanya objek dari aturan, yang selalu harus diatur, yang selalu melanggar aturan. sebaiknya, judul ini juga  bertujuan untuk  memberikan semangat  bahwa rakyat pun bisa mengatur diri dan bikin aturan!
  Msayarakat selama ini hanya bisa menyaksikan kebijakan demi kebijakan dibuat oleh pemerintah.Dan selama ini masyarakat tidak pernah dilibatkan di dalamnya. Sementara masyarakat ''diminta'' untuk mendengar dan mentaati. Bahkan untuk kebijakan pemerintah yang mungkin merugikan masyarakat sekalipun.
  Untuk itu, penting sekali masyarakat untuk aktif  mempengaruhi  kebijakan. Dan untuk  bisa  mempengaruhi,  masyarakat pun  harus mengatahui caranya, prosedurnya, dan celah-celah yang bisa dimanfaatkan.
  Buku ini tidak bertujuan untuk menjadikan rakyat menjadi ahli (expert) dalam membuat peraturan perundangan. Biarlah itu hanya menjadi dominanya para ahli hukum yang memang di didik dan dibayar untuk itu, Namun, buku ini bertujuan untuk memotivasi dan memberi jalan bagi rakyat bisa untuk ikut serta berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan publik, khususnya peraturan perundangan lokal.
    FPPM bersama Inisiatif telah menerbitkan  Buku yang berjudul:
                    RAKYATPUN BISA BIKIN ATURAN
dimaksudkan untuk sebagai panduan sederhana, singkat, padat, Semoga buku tipis ini bisa membantu memudahkan jalannya.

Wssalam: Malaikat Kecilku

Kamis, 05 Agustus 2010

MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA


PANDUAN
PENYELENGGARAAN
Buku Panduan Penyelenggaraan Musrenbang Desa memaparkan apa dan bagaimana menyelenggaraan dan memadu rangkaian kegiatan musrenbang desa secara lebih partisipatif untuk menghasilkan daftar usulan permasalahan atau kegiatan pembangunan daerah di tingkat desa, dan menghasilkan rencana kerja pembangunan desa (RKP Desa). Rencana kerja pembangunan Desa menjadi dasar bagi penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa).
Agar perencanaan pembangunan benar-benar mencerminkan kebutuhan warga, maka diperlukan kajian kebutuhan dengan metode/teknik kajian Desa partisipatif (Participatory Rural Appraisal/PRA). Hasil kajian mendalam tentang permasalahan dan potensi pembangunan desa ini selanjutnya menjadi bahan bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa)-yaitu dokumen rencana 5 tahunan- yang akan menjdi acuan tiap tahun dalam penyusunan RKP Desa. prmasalahan yang tidak dapat ditangani oleh desa, selanjutnya diajukan dalam Musrenbang Kecamatan.

MANFAAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran banyak memberikan manfaat,baik secara ekonomimaupun sosial. 
Namun masih ada pihak-pihak yang resisten terhadap perencanaan dan penganggaran partisipatif dengan alasan partisipasi membutuhkan waktu dan dana besar.
pendapat ini sudah selayaknya di tinjau ulang jika memperhatikan manfaat yang didapatkan dari proses yang partisipatif karena manfaat 
yang dapat jauh lebih besar dari biaya yang harus dikeluarkan. Jika partisipasi masyarakat dipandang sebagai salah satu metode untuk mengetahui kebutuhan masyarakat, 
pemerintah tidk perlu mengadakan kegiatan survei namun hasilnya akan sama. jika partisipasi dipandang sebagai satu sarana pemberdayaan warga, maka banyak manfaat dari aspek sosial yang akan didapatkan, meski tidak terkuantifikasi.

Kamis, 29 Juli 2010

Forum for Community Participation (FPPM)

ditulis oleh: Malaikat kecilku

jL: Guntursari I No 29 Turangga,BANDUNG 40264
Telefax: 022-7309886 Email: forumppm@gmail.com
websete: www.fppm.org
www.Desentralisasi.net
http://forumppm.blogspot.com
Tingkat aktivitas: desa, kota, nasional
Daerah geografis:

Jawa Tengah;
Kalimantan Tengah;
DKI Jakarta;
Jawa Timur; Nusa Tenggara Timur; Sumatra utara;
Sulawesi Selatan; Sulawesi Tenggara; Jawa Barat;
Kalimantan Barat; Nusa Tenggara Barat;
Sumatra Barat; Daerah Istimewa Jogjakarta.
Mitra Kerja:
 pengembangan partisipasi masyarakat
Indonesia: Forum bersipat terbuka,sehingga mitranya sangat
banyak dan tersebar di seluruh Indonesia.
Pelayanan-Pelayanan:
- lokakarya dalam pengembangan organisasi
- pertukaran informasi - jaringan kerja
Keterangan Singkat Organisasi:
Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) merupakan sebuah forum non-profit dan non-partisan,bertumpu pada kearifan lokal dan keberagaman serta terbuka bagi lembaga dan individu yang berminat pada pelembagaan gagasan partisipasi masyarakat sebagi basis pengembangan tatanan masyarakat sipil di Indonesia. FPPM merupakan ruang temu yang tumbuh dari aspirasi banyak lembaga untuk memfasilitasi komunikasi, dan dialog tentangarakat.
Visi
Terwujudnya tatanan masyarakat warga (civil society) di tingkat akar rumput yang mampu menganalisis, mengakses, dan mengontrol lingkungan faktor pengaruh yang dihadapi serta mampu berinteraksi secara internal dan eksternal sebagi perwujudan atas terciptanya self-governance.
Tujuan
1. Membangun jaringan kerja dan komunikasi antara peminat dan praktisi pengembangan masyarakat yang mampu menghubungkan secara sinergis pengalaman-pengalaman mereka.

Minggu, 25 Juli 2010

Setrategi dan Perinsip - Strategy and principle

                                Setrategi  Pengembangan  Kegiatan

           a. Pro aktif:
               FPPM akan mempromosikan wacana partisipasi masyarakat sebagai bagian yang tak
                terpisahkan dari upaya mendorong demokratisasi, keterbukaan ruang publik, dan
                keadilan sosial di segala tingkatan dan sektor-sektor kehidupan.
           b. Aksi:
                FPPM akan mendorong Kerjasama yang bersipat sukarela dan inklusif dalam frogram
                pengembangan partisipasi masyarakat.
            c. Fasilitasi:
                FPPM akan menyediakan dan mengelola sistem informasi dan rangka memperkuat dan
                mengefisienkan interaksi antar pihak.
            d. Advokasi:
                FPPM akan memfasilitasi kajian kebijakan dan merumuskan agenda-agenda perubahan.
     
                               Prinsip
                Dalam menjalankan program FPPM akan berpedoman pada prinsip demokrasi, keterbukaan,
                keberagaman, peka-gender, dan tanggung jawab sosial.
              
        









   
              
           

Kamis, 22 Juli 2010

jendela forum.ppm''

Lebih dari 12th yang lalu tepatnya pada TgL:23-26 maret 1997 dilaksanakan lokakarya Pendekatan Pengembangan Partisipatif (3p) atas kerjasama lembaga pemerintah, suadaya masyarakat (LSM),Perguruan tinggi dan lembaga internasional,di lembang,Bandung.

Lokakarya tersebut bertujuan mengindetifikasi praktek-praktek penerapan partisipasi di lapangan, menyamakan persepasi terhadap substansi partisipasi masyarakat dan membangun komitmen untuk mengembangkan partisipasi masyarakat lebih baik.

Fokus utama lokakkarya tersebut adalah sharing pengalaman tentang aspek-aspek sumberdaya manusia, sikap dan prilaku, kebijakan dan kelembagaan,koordinasi kerjasama perluasan cakupan penggunaan pendekatan partisipasi.

Lokakarya ini dihadiri oleh 55 orang Dari berbagai Wilayah di Indonesia, dan diperoleh kesepakatan yang Merumuskan dalam rekomendasi umum yang terdiri atas 4 (empat) pokok yaitu: rekomendasi pada aspek kebijakan, kelembagaan, metodologi dan sumberdaya manusia.

Akhirnya pada September 1998 beberapa orng yang pernah terlibat dalam lokakarya melakukan kontak-kontak ulang dan pada Desember 1998 berkumpul yang diselengarakan di Jakarta untuk membicarakan beberapa kemungkinan berkaitan dengan upaya tindak lanjutnya. pihak-pihak yang terlibat dalam diskusi perencanaan tersebut antara lain adalah Ford Foundation yang juga bersedia mendukung pembiayaan-pembiayaan yang dibutuhkan.

Setelah melihat dan mengkaji kembali proses-proses dari hasil lokakarya di Lembang Bandung. disepakati untuk membentuk sebuah wadah sebagi ruang temu dan diskusi dalam pendekatan partisipasi. sebuah tim kecil memberinya nama Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM)

Rabu, 21 Juli 2010

FPPM (forum for popular participation)

FPPM (Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat)
Forum for Popular Participation
PENGANTAR
Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) adalah wahana terbuka bagi lembaga-lembaga pemerintah, swadaya masyarakat, perguruan tinggi dan swasta yang mempromosikan pendekatan partisipatoris dalam program-program pembangunan.
Melalui FPPM, gagasan dan pengalaman mengenai pengembangan partisipasi masyarakat saling dipertukarkan. Pertukaran ini pada gilirannya dapat mendorong prakarsa, perancangan, dan proses perubahan yang inovatif dengan menjadikan masyarakat sebagai pelaku utama. Dalam hal ini FPPM memandang masyarakat sebagai satu entitas sosial-budaya-politik yang memiliki hak yang sama dengan Negara dalam proses transformasi yang demokratis.
Partisipasi adalah inti demokrasi. Karena itu, transisi demokrasi yang tengah terjadi di Indonesia harus diiringi dengan meluas dan meningkatnya partisipasi masyarakat. Dengan menerapkan prinsip-prinsip dan proses-proses yang partisipatif di ruang publik, maka demokrasi akan meningkat kualitasnya.
Di lapangan sosial ekonomi partisipatif juga diyakini dapat menyumbang pada kesinambungan dan keadilan dalam distribusi sumber daya. Hal ini disebabkan partisipasi dapat menjamin kebijakan ekonomi dan sosial mengakomodasi seluruh komponen masyarakat, termasuk kelompok masyarakat marjinal yang selama ini diabaikan.
Di Indonesia, upaya mendorong kebijakan yang partisipatif dalam semua sector tengah menghadapi momentum terbaiknya. Saat ini masyarakat sudah mulai tidak percaya pada proses kebijakan yang bersifat top-down dan teknokratis, sementara berbagai prinsip, proses, dan kelembagaan yang baru masih mencari bentuknya. Dalam masa transisi ini, pendekatan partisipatif merupakan alternative yang dapat dijadikan acuan dalam formulasi, implementasi, dan monitoring kebijakan publik. Tetapi upaya mendorong partisipasi tidaklah mudah. Masih banyak kendala yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia untuk menerapkan prinsip, proses, dan kelembagaan yang partisipatif di ruang publik. Setidaknya ada empat kendala pokok yang saat ini sangat terasa yaitu:
  1. kendala kebijakan
  2. kendala metodologi
  3. kendala sumber daya manusia
  4. kendala kelembagaan
Untuk mengatasi ke empat kendala di atas, maka pada tahun 1999 berbagai komponen bangsa yang terdiri atas: organisasi non-pemerintah, lembaga penelitian, dan aparatur pemerintahan sepakat untuk membentuk forum yang akan bekerja untuk mempromosikan partisipasi beserta mencari rumusan bersama untuk menanggulangi kendala-kendala partisipasi. Forum tersebut selanjutnya disebut Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM).
Pada empat tahun pertama (1999-2003) kegiatan FPPM terfokus pada isu-isu mengenai desa. Hal ini disebabkan pada tahun 1999 tengah terjadi perubahan kebijakan mengenai desa yang sangat berpengaruh pada kelembagaan-kelembagaan sosial dan politik di tingkat desa. Pada akhir tahun 2003, berkembang gagasan agar di satu sisi FPPM mulai mengkaji isu-isu yang lebih luas dan di sisi lain isu-isu mengenai desa juga  terus diperdalam. Akhirnya disepakati agar FPPM mulai mengkaji isu yang lebih luas, sementara pendalaman isu mengenai desa akan dibahas oleh Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD) yang membuka kantor di Yogyakarta.
VISI
Menjadi sumber daya pengembangan partisipasi untuk mewujudkan ruang publik yang adil dan demokratis
MISI
  1. Memfasilitasi berbagai metode dan strategi partisipasi
  2. Meningkatkan kapasitas dan jumlah pelaku pengembangan partisipasi
  3. Mengembangkan jaringan informasi dan konsultasi
  4. Memfasilitasi kajian praktek-praktek partisipasi
  5. Memfasilitasi advokasi untuk mendorong proses-proses kebijakan publik yang partisipatif
PROGRAM-PROGRAM
  • Pengembangan indikator partisipasi masyarakat dalam ruang publik
  • Pengembangan Metodologi Partisipasi publik
  • Memfasilitasi kajian mengenai nilai-nilai partisipasi di tingkat lokal, nasional, maupun internasional
  • Menstimulasi munculnya fasilitator lokal yang tersebar di berbagai daerah.
  • Memfasilitasi proses belajar bersama melalui kegiatan pertukaran pengetahuan dan pengalaman
  • Penguatan jaringan partisipasi publik di tingkat regional dan nasional
  • Diseminasi kebijakan-kebijakan yang mendukung partisipasi publik dan good and bad practices
  • Memfasilitasi kajian mengenai kebijakan terutama dampaknya terhadap pengembangan ruang publik dan keadilan sosial
  • Mendorong terciptanya kebijakan publik yang dapat membuka ruang publik dan keadilan sosial
  • Pengembangan teknik-teknik advokasi untuk partisipasi
Hampir seluruh program FPPM dilaksanakan dalam kerangka pengembangan dan penguatan jaringan kerja antar pihak yang punya komitmen dalam mengembangkan demokrasi, ruang publik, partisipasi, dan keadilan sosial. Penguatan jarngan kerja tersebut diimplementasikan dalam pertemuan regionaldan nasional. Dalam pertemuan ini, mitra FPPM yang berjumlah lebih dari 125 lembaga dan tersebar di berbagai provinsi, kota, dan kabupaten di Indonesia akan mendiskusikan berbagai pengalaman dalam menerapkan pendekatan partisipatif dalam berbagai sector kehidupan seperti perencanaan, penganggaran, pengelolaan sumber daya alam, politik, dan pelayanan publik.
FPPM juga mengembangkan berbagai perangkat jaringan komunikasi jarak jau yaitu web site FPPM yang menyajikan infomrasi gagasan dan pengalaman mitra dalam mengembangkan pendekatan partisipatif yang dapat diakses mitra FPPM dan diskusi melalui mail list yang dipandu oleh fasilitator FPPM. Dalam bentuk cetak, FPPM menerbitkan buletin yang memuat informasi pertemuan regional, pertemuan nasional, dan pengalaman para mitra dalam mengembangkan metode partisipatif. FPPM juga menerbitkan buku-buku hasil studi dan laporan proses pertemuan yang akan dibagikan pada mitra FPPM, agar hasil studi, pengembangan metode, dan hasil pertemuan dapat dipelajari baik oleh berbagai pihak
STRATEGI DAN PRINSIP

Strategi Pengembagan Kegiatan

  1. Pro Aktif
    FPPM akan mempromosikan wacana partisipasi masyarakat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari upaya mendorong demokratisasi, keterbukaan ruang publik, dan keadilan sosial di segala tingkatan dan sector-sektor kehidupan.
  2. Aksi
    FPPM akan mendorong kerja sama yang bersifat sukarela dan inklusif dalam program pengembangan partisipasi masyarakat.
  3. Fasilitasi
    FPPM akan menyediakan dan mengelola system informasi dalam rangka memperkuat dan mengefisiensikan interaksi antar pihak.
  4. Advokasi
    FPPM akan memfasilitasi kajian kebiajkan dan merumuskan agenda-agenda perubahan.
Isu strategis FPPM
  1. perencanaan dan penganggaran partisipatif.
  2. pengelolaan sumberdaya alam secara partisipatif.
  3. partisipasi warga dalam lembaga-lembaga politik.
  4. perencanaan ruang partisipatif.
  5. pelayanan publik.
  6. partisipasi perempuan dan kelompok marginal.
Prinsip
Dalam  menjalankan program FPPM akan berpedoman pada prinsip demokrasi, keterbukaan, keberagaman, peka gender, dan tanggung-gugat sosial.
Untuk menjalankan program dan kegiatan secara berkelanjutan, FPPM merancang organisasi yang terbuka dan sederhana dengan struktur organisasi sebagai berikut
Dalam struktur organisasi di atas ada tiga komponen uatama yaituKomite Pengarah, Badan Pelaksana dan pendukungnya (Sekretariat, Administrasi, dan Keuangan), serta partisipan forum. Komite Pengarah mempunyai fungsi menjaga semangat dan nilai-nilai partiispasi, mengagendakan tema forum, mengambil keputusan strategis, mengarahkan Badan Pelaksana, dan menerima laporan pertanggungjawaban dari Badan Pelaksana. Badan pelaksana mempunyai fungsi melaksanakan keputusan Komite Pnegarah, memberi masukan kepada Komite Pengarah, dan emmebri pertanggungjawaban kepada Komite Pengarah. Sedangkan partisipasn adalah pihak-pihak yang terlibat dalam mendorong pengembangan partisipasi. Partisipan berhak memberi masukan kepada komite Pengarah untuk kegiatan dan pengembangan FPPM.
DEWAN PENGARAH
Ketua : Susmanto (Inspirasi, Jakarta)
Sekretaris : Rianingsih Djohani (Studio DriyaMedia, Bandung)
Anggota : Sugeng Bahagijo (The Prakarsa, Jakarta) Fakhrulsyah Mega (CAPS, Jakarta)
Hetifah Syaifudian (B-Trust Advisory Group, Bandung)
Suhirman (Perkumpulan Sanggar, Bandung)
Yuna Farhan (Fitra Seknas, Jakarta)
Donny Setiawan (Inisiatif, Bandung)
BADAN PELAKSANA (OC)
Koordinator OC : Ari Nurman (Inisiatif, Bandung)
OC Bidang Pengembangan Metodologi Partisipatif : Abdul Waidl (P3M, Jakarta)
OC Bidang Sharing Learning dan Informasi : Dwi Joko Widiyanto (Studio Driya Media, Bandung)
OC Bidang Advokasi Kebijakan Partisipatif : Nandang Suherman (P3ML, Sumedang)
Sekretaris Lembaga : Dian Mardiana
PUBLIKASI BERKALA
  • Buletin Lesung
  • Newsletter
  • Ragam Warta, terbit dalam bentuk web site
BUKU
  • Jalan Panjang Mengubah Kebijakan Publik, tahun 2009
  • Partisipasi, Reformasi Kelembagaan, dan Alokasi Anggaran: Pembelajaran dari 5 Daerah, tahun 2009
  • Panduan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa, Kelurahan, Kecamatan, Forum SKPD, Kabupaten/Kota, tahun 2008
  • Memfasilitasi Konsultasi Publik, tahun 2007
  • Merumuskan Konsep dan Praktek Partisipasi Warga dalam Pelayanan Publik, tahun 2006
  • Membuka Ruang Publik, Memperdalam Demokarasi, tahun 2006
  • Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif untuk Good Governance, tahun 2006
  • Peta Pengembangan Partisipasi, tahun 2004
  • Hubungan Antara Daerah dan Desa dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, tahun 2000
  • Otonomi dan Partisipasi Masyarakat Desa, tahun 2000
  • Otonomi Masyarakat Desa: Perspektif ‘Orang Daerah’ dan ‘Orang Desa’ di Enam Desa se-Jawa-Bali, tahun 2000.
  • Kembali ke Akar, tahun 2003
  • Usulan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Prakarsa/ Rancangan Undang-Undang Inisiatif tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonedia Nomor 22 tahun 1999 yang berkaitan dnegan Desa, tahun 2003 (edisi revisi).                                                                                                                    FORUM PENGEMBANGAN PARTISIPASI MASYARAKAT (FPPM)
          Jl: Guntursari I No.29 Turangga, BANDUNG 40264
          Telefax: 022-7309886
          Email: forumppm@indo.net.id,forumppm@gmail.com